JAKARTA | Pemerintah tengah mengkaji wacana menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penyidik tunggal yang menangani pengusutan kasus tindak pidana korupsi.
Saat ini diketahui ada tiga lembaga penegak hukum yang berwenang mengusut kasus korupsi. Ketiganya yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Kejaksaan Agung (Kejagung), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Khusus KPK yang dipayungi UU No.30/2002 yang telah direvisi menjadi UU No.19/2019, bahkan berwenang mengusut kasus korupsi dari tingkat penyelidikan, penyidikan hingga penuntutan.
Adanya kajian tentang wacana itu dikemukakan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra.
“Ya belum final diskusi tentang masalah ini ya, karena saya pada waktu mewakili pemerintah membahas KPK di DPR pada tahun 2003 itu, memang kita membentuk KPK karena menganggap bahwa korupsi itu adalah sesuatu yang akut dalam masyarakat kita,” jelas Yusril di Gedung KPK C1, Jakarta, dilansir Bisnis.com, Selasa (10/12/2024).
Mantan Menteri Kehakiman di era Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Megawati Soekarnoputri itu lalu menekankan, KPK memiliki kewenangan luar biasa karena hukum acaranya berbeda dengan KUHAP.
Meski demikian, sekitar 20 tahun lebih berjalan, dia mengakui ada pikiran untuk menetapkan penyidik tunggal dalam pengusutan kasus korupsi. Apalagi, kini ada tiga penegak hukum yang berwenang mengusut kasus rasuah.
“Tetapi setelah 20 tahun kemudian timbul pertanyaan kalau semuanya bisa juga dilakukan oleh polisi, jaksa, KPK, mengapa kita tidak hanya menyatukan satu saja lembaga yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan di bidang tindak pidana korupsi? Tapi tentu itu harus diimbangi dengan kemungkinan pembaruan terhadap uUndang-undang Tindak Pidana Korupsi itu sendiri,” ucap Yusril.
Menurut mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu, wacana menjadikan penyidik tunggal dalam penanganan kasus korupsi itu sejalan dengan proses yang bergulir untuk merevisi Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) serta penerapan KUHP baru di 2026.
Namun, Yusril memastikan wacana itu akan didiskusikan terlebih dahulu serta mendengar masukan dari berbagai pemangku kepentingan.
“Bukan saja dari lembaga-lembaga penegak hukum, tapi juga dari para akademisi dan aktivis yang bergerak dalam pemberantasan korupsi kita dengar semuanya, sehingga kita dapat mengambil satu rumusan yang lebih sesuai dengan apa yang kita butuhkan,” tuturnya. (bic/jo-3)