MEDAN | JALAN panjang pembebasan lahan seluas 97 hektar direncanakan sebagai kampus Fakultas Kedokteran Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan di Desa Sena, Kecamatan Batangkuis, Deliserdang semakin rumit.
Kebijakan pengadaan lahan Kampus, siap-siap menuai murka bakal kandas di tangan Rektor Prof Dr Nurhayati MAg.
Bagaimana tidak, informasi berhasil dikumpulkan hingga, Rabu (8/1), pihak UINSU terlanjur mengucurkan dana ganti kerugian dengan menyedot uang BLU Rp4 miliar lebih untuk sejumlah penggarap.
Apes, penguasa tanah jaman Hindia Belanda, Sultan Negeri Serdang kini menggugat kepemilikan lahan 102 hektar dimaksud sebagaimana teregisterasi dalam perkara Nomor: 596/Pdt.G/2024/PN.Lbp di Pengadilan Negeri Lubukpakam.
Setelah menempuh berbagai langkah dalam proses pengadaan lahan sejak tahun 2018 lalu, pada akhir Desember 2023, Rektor UINSU Prof Nurhayati menyalurkan uang ganti rugi tunggakan, miliaran rupiah dengan mengundang para penerima ke Biro Rektor Kampus UINSU di Medan Estate.
Pertemuan pembayaran ganti rugi tunggakan atas 97 hektar lahan eks HGU PTPN2 diwakili Wakil Rektor II, Dr Abrar M Dawud Faza dan unsur Badan Pertanahan Nasional (BPN) Deliserdang dan para petinggi UINSU berlansung meriah dan sempat dimuat pada link portal berita https://uinsu.ac.id/uin-su-medan-salurkan-ganti-kerugian-lahan-sena-untuk-masyarakat/ dan tak berselang lama link [Not Found].
Walhasil, pada Kamis 5 Desember 2024, atas permohonan Rektor UINSU Prof Nurhayati, dengan Pemberitahuan Pelaksanaan Eksekusi Pengosongan Lanjutan Perkara Nomor 13/Pdt.Eks/2024/PN.Lbp. Jo 1/Pdt.P-Kons/2024/PN. Lbp.
Tim Juru Sita PN Lubukpakam mendapat penolakan warga dan nyaris ricuh.
Melanggar Hukum
Menurut Dr Ibnu Affan, SH MHum, selaku Ketua Tim Pengacara Sultan Negeri Serdang, kemarin, menjelaskan, pelaksanaan eksekusi dalam perkara perdata telah diatur secara eksplisit dalam Pasal 206 RBg s/d Pasal 258 RBg atau Pasal 195 HIR s/d Pasal 224 HIR.
Pada Pasal 206 dan 207 RBg, tegas Ibnu Affan, bahwa eksekusi hanya dapat dilakukan terhadap perkara yang telah berkuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Sementara keberadaan tanah yang akan dieksekusi oleh PN Lubuk Pakam dimaksud, seluas ± 102 di Desa Sena, Kecamatan Batangkuis masih dalam proses hukum yang mulai disidangkan di PN Lubukpakam pada Kamis, tanggal 09 Januari 2025 dengan register perkara Nomor 596/Pdt.G/2024/PN.Lbp.
Tanah dimaksud, lanjut Ibnu Affan, dalam penguasaan kliennya Ricky Prandana Nasution dan H Jama’uddin Hasbullah sesuai dengan Surat Penyerahan Hak Keperdataan Atas Tanah Dengan Ganti Rugi antara kliennya dengan Tuan Prof Dr H OK Saidin SH MHum mewakili Sultan Negeri Serdang (Tuanku Akhmad Thala’a Syariful Alamsyah) tertanggal 25 Mei 2023 yang telah dilegalisasi oleh Notaris Mauliddin Shati, SH.
Ibnu Affan menjelaskan, secara historis tanah yang dikuasai kliennya adalah berasal dari tanah adat milik Kesultanan Negeri Serdang yang telah dikonsesikan (disewakan) kepada perusahaan perkebunan Hindia Belanda (perusahaan perkebunan Belanda di Indonesia) bernama Senembah Maatschappij sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian Acte Van ConcessiePerceel Batang Koweis I en II antara Sultan Negeri Serdang yang ditandatangani Tuanku Sultan Sulaiman Syariful Alamsyah dengan pihak Senembah Maatschappij yang ditandatangani Tuan K Waldeck seluas ±4.315 hektar meliputi wilayah Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang yang dibuat pada tanggal 09 Agustus 1886 untuk jangka waktu selama 75 (tujuh puluh lima) tahun dan semestinya berakhir pada tanggal 10 Agustus 1961.
Setelah Indonesia merdeka dan lahir UU No. 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda, yang pada pokoknya mengatur bahwa perusahaan-perusahaan milik Belanda yang berada di wilayah RI dikenakan Nasionalisasi dan dinyatakan menjadi milik yang penuh dan bebas Negara Republik Indonesia.
Kemudian pemerintah Indonesia menjadikan lahan/tanah adat milik Kesultanan Negeri Serdang tersebut yang merupakan tanah adat masuk dalam objek Nasionalisasi yang selanjutnya diberikan kepada perusahaan perkebunan negara yaitu PT. Perkebunan Nusantara (Persero), padahal tanah-tanah tersebut bukanlah milik Belanda, akan tetapi merupakan milik sah Sultan Negeri Serdang yang merupakan penduduk pribumi, oleh karenanyapenguasaan PT. Perkebunan Nusantara (Persero) atas tanah tersebut menjadi tidak sah
“Maka saat ini tanah-tanah tersebut diambil kembali oleh Sultan Negeri Serdang,” kata Ibnu Affan.
Reporter: Marulias