Bahas Program KKP 2019-2024, DPP HNSI Beri Masukan ke Edy Prabowo

Kanan Ketua DPD HNSI Sumut Zulfahri Siagian, SE, Menteri KKP Edy Prabowo dan Ketum DPP HNSI Mayjen TNI (MAR) Yusuf Soelichin

MEDAN – Ketua Umum DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Mayjen TNI (MAR) Yusuf Solichien di dampingi Ketua DPD HNSI Sumut, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Yogyakarta, Jawa Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan dan Papua bertemu dengan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edy Prabowo Selasa (29/10/2019) di Gedung Mina Bahari 4 Lantai 16 Jakarta.

Pada pertemuan itu Edy Prabowo menyampaikan bahwa KKP akan membangun komunikasi yang sebelumnya macat dengan para nelayan dan pelaku usaha perikanan.

Ketua Umum HNSI, Yusuf Soelichin dalam paparannya menyampaikan masukan tentang program pembangunan perikanan 2020-2024 diantaranya bahwa keberpihakan terhadap Nelayan belum sepenuhnya dirasakan, untuk itu itu diperlukan keberpihakan yang lebih luas lagi agar kehidupan, perumahan maupun pendidikan anak-anak nelayan dapat lebih baik. Kebutuhan usaha perikanan terkait BBM bersubsidi, pabrik es agar segera direalisasikan

Kemudian sektor budidaya juga harus diperhatikan. Pemberian pakan bersubsidi seperti pupuk bersubsidi untuk para petani dapat dirasakan Nelayan.


Peraturan-peraturan Menteri KKP yang membuat para nelayan di daerah masih menjadi masalah agar dievaluasi.

Pada pertemuan itu Ketum HNSI memberikan kesempatan kepada Ketua DPD HNSI Sumut Zulfahri Siagian, SE untuk menyampaikan situasi Nelayan Penangkapan, Budidaya dan Nelayan pemilik usaha perikanan yang ada di Sumut.

Ketua DPD HNSI Sumut yang biasa dipanggil Bung Fahri menyampaikan bahwa di Sumut telah terjadi penurunan produksi perikanan dengan data di Pelabuhan Perikanan Samudera Belawan, yakni , 2015 (46.626,94 ton), 2016 (29.680,59 ton), 2017 ( 28.703,32 ton), 2018 (15.190,19 ton)

Sedangkan impor yang masuk dari Pelabuhan Belawan naik cukup drastis yakni 2012 (12.000 ton), 2018 (42.822 ton), 2019 ( 62.641 ton).” Data tersebut menunjukkan ada yang salah dalam pengelolaan perikanan,” sebut Fahri.

Sedangkan Teri Medan kata Fahri yang merupakan Icon Kota Medan menjadi masalah lain karena aturan yang melarang kapal ikan dengan alat tangkap yang menangkap ikan teri tersebut.

Selanjutnya Fahri mengungkap untuk kapal penangkap ikan dibutuhkan 18 dokumen dan lambatnya perizinan SIUP dan SIPI dari KKP Pusat menjadi permasalahan lainnya.

Fahri juga menambahkan Selat Malaka ada daerah gray area yg menjadi sengketa antara Malaysia dan Indonesia.
“Kita minta agar KKP membuat kebijakan terkait kapal yang boleh menangkap di daerah tersebut,” ujar Fahri kembali.

Diakhir pembicaraan Fahri menyampaikan bahwa di Sumut yaitu di Langkat sangat strategis dijadikan Sentra Budidaya Kepiting. Karena daerah tersebut masih banyak lahan yang dapat digunakan sebagai tempat budi daya kepiting. rel