MADINA l Pertambangan Tanpa Izin atau PETI di Kabupaten Mandailing Natal (Madina) Sumatera Utara (Sumut) terus menjadi sorotan di masyarakat. Tentunya diperlukan upaya bersama dan dukungan seluruh pihak untuk mendorong penanganan PETI tersebut sehingga bisa diselesaikan dan dicarikan solusinya.
Kegiatan pertambangan emas ilegal di Kabupaten Madina dalam beberapa tahun terakhir tercatat terus meningkat. Setidaknya saat ini ada 12 kecamatan di wilayah itu yang masuk dalam zona aktifitas pertambangan tanpa izin antara lain adalah Hutabargot, Nagajuang, Kotanopan, Muara Sipongi, Pakantan, Ulu Pungkut, Batang Natal, Lingga Bayu, Ranto Baek, Batahan, Natal, dan Muara Batang Gadis.
Dengan maraknya kegiatan pertambangan itu, Bupati Madina, Saipullah Nasution telah mengeluarkan surat perintah penghentian PETI yang beroperasi di sejumlah kecamatan itu. Surat tersebut bernomor 660/0698/DLH/2025 tanggal 17 April 2025.
Surat perintah itu untuk menghentikan menyikapi maraknya kegiatan pertambangan emas tanpa izin yang ada di 12 kecamatan yang ada di Kabulaten Madina yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas Iingkungan hidup sehingga mengancam kelangsungan prikehidupan manusia dan makhiuk hidup lannya.
Kebijakan bupati tersebut juga mendapat dukungan dari anggota DPRD Mandailing Natal dari Fraksi Partai Demokrat, Dodi Martua S Pi MSi.
Dodi menilai, berbagai persoalan lama yang tidak kunjung selesai selama ini satu persatu sudah mulai diurai dan dicarikan solusinya meskipun masih beberapa bulan bupati setelah dilantik.
“Tentunya segala persoalan ini tidak mungkin selesai dalam waktu singkat. Perlu proses, kerja sama dan kerja keras dalam penyelesaiannya.Tidak mungkin bupati dan wakil bupati mampu menyelesaikan persoalan ini tanpa didukung oleh semua pihak,” sebut Dodi Martua kepada Wartawan, Rabu (30/04/2025).
Berbagai langkah berani yang dibuat Pemkab Madina patut diapresiasi. Menurut Dodi yang juga Sekretaris DPC Partai Demokrat Madina itu, langkah ini menunjukkan keseriusan bupati dan wakil bupati dalam membangun dan memperbaiki Kabupaten Madina.
Dia menjelaskan, persoalan pertambangan tanpa izin sebenarnya sudah bisa diatasi dengan pengurusan Izin Pertambangn Rakyat (IPR) setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan wilayah pertambangan rakyat seluas 173.96 hektar yang tersebar di delapan lokasi yang ada di tiga kecamatan sesuai dengan SK Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia nomor 106.K/MB.01/MEM.B/2022 tentang wilayah pertambangan Provinsi Sumatera Utara.
Meskipun begitu, lanjut Dodi keberadaan lokasi WPR itu terkesan belum tersosialisasikan dengan baik kepada masyarakat.
“Tugas Pemkab Madina sebenarnya hanya fasilisator karena keterbatasan kewenangan yang mana sektor pertambangan berada ditangan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Untuk itu mari kita dukung agar Bupati Madina dapat mencari solusi dengan melakukan pendekatan dan koordinasi ke pemerintah atasan agar masyarakat penambang terlindungi dan keberlangsungan ekosistem lingkungan bisa terjaga dengan baik,” ungkapnya.
Reporter : OD 29